PERUBAHAN IKLIM
di Tingkat Global
United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC)
UNFCCC adalah konvensi internasional yang bertujuan untuk menstabilkan konsentrasi GRK di atmosfer “pada tingkat yang dapat mencegah campur tangan antropogenik (yang disebabkan oleh manusia) yang berbahaya terhadap system iklim.” Dinyatakan bahwa tingkat tersebut harus dicapai dalam jangka waktu yang cukup yang memungkinkan ekosistem beradaptasi secara alami terhadap perubahan iklim, untuk memastikan bahwa produksi pangan tidak terancam, dan untuk memungkinkan pembangunan ekonomi berjalan secara berkelanjutan.
Terdapat 198 negara (disebut Negara Pihak atau Parties) meratifikasi konvensi yang dicetuskan di Rio de Janeiro tahun 1992, dengan Sekretariat UNFCCC berlokasi di Bonn-Jerman.
Protokol Kyoto
Protokol Kyoto merupakan perangkat implementasi UNFCCC yang dijadikan sebagai dasar yang mewajibkan negara-negara maju (disebut developed country parties dan masuk dalam daftar negara Annex1 atau Lampiran 1 Kyoto Protokol) untuk mengurangi emisi GRK, paling sedikit 5% dari tingkat emisi tahun 1990 periode 2008-2012.
Protokol Kyoto juga mengatur mekanisme Clean Development Mechnisme (CDM) dan Joint Implementation (JI), dimana negara berkembang (disebut developing country parties atau negara Non-Annex1) dan/atau negara dalam transisi ekonomi dapat berperan untuk upaya penurunan emisi GRK global.
Amandemen Doha
Amandemen dari Protokol Kyoto mengenai kelanjutan komitmen negara-negara maju (paska Protokol Kyoto) untuk menurunkan emisi GRK, mengacu pada target masing-masing negara yang termasuk pada Annex I.
Persetujuan Paris (Paris Agreement)
Persetujuan Paris merupakan perangkat implementasi UNFCCC yang bertujuan (Pasal 2) untuk memperkuat respon global terhadap ancaman perubahan iklim, dalam rangka pembangunan berkelanjutan dan upaya pengentasan kemiskinan, antara lain dengan:
Menahan peningkatan suhu rata rata global di bawah 2°C dan melanjutkan upaya untuk menekan kenaikan suhu tersebut sebesar 1,5°C;
Meningkatkan kemampuan adaptasi terhadap dampak negatif perubahan iklim, menuju ketahanan iklim dan pembangunan rendah emisi GRK, dengan cara cara yang tidak mengancam produksi pangan; dan
Menyiapkan skema pendanaan yang konsisten untuk menuju pembangunan rendah emisi GRK dan berketahanan iklim.
Ratifikasi Persetujuan Paris
Mengacu pada UU Nomor 24 Tahun 2000, Ratifikasi adalah adalah salah satu bentuk pengesahan perjanjian internasional di mana negara yang mengesahkan turut menandatangani naskah perjanjian tersebut. Sampai saat ini Persetujuan Paris telah diratifikasi oleh sebanyak 191 Negara Pihak UNFCCC. Indonesia meratifikasi Persetujuan Paris melalui UU No. 16 Tahun 2016.
COP - Conference of Parties
COP merupakan badan tertinggi UNFCCC untuk melakukan review secara regular tentang implementasi Konvensi dan hal-hal lain terkait aspek legal perangkat implemntasi, yang dapat mengadopsi mandat maupun keputusan yang diperlukan untuk efektivitas implementasi Konvensi.
Pertemuan COP biasanya dilakukan setahun sekali, kecualli apabila ada kebutuhan menyelenggarakan sesi tambahan (kondisi extra-ordinary). Negara yang tidak meratifikasi UNFCCC akan berperan sebagai observer dan tidak memiliki hak suara dalam proses pengambilan keputusan.
CMP
Conference of the Parties serving as the Meeting of the Parties to the Kyoto Protocol merupakan badan tertinggi Protokol Kyoto untuk mengawal implementasi dan mengambil keputusan dalam rangka implementasi Protokol Kyoto yang efektif.
Pertemuan CMP biasanya dilakukan setahun sekali, kecualli apabila ada kebutuhan menyelenggarakan sesi tambahan (kondisi extra-ordinary). Negara yang tidak meratifikasi Protokol Kyoto akan berperan sebagai observer dan tidak memiliki hak suara dalam proses pengambilan keputusan.
CMA
Conference of the Parties serving as the Meeting of the Parties to the Paris Agreement merupakan badan tertinggi Persetujuan Paris untuk mengawal implementasi dan mengambil keputusan dalam rangka mempromosikan implementasi Protokol Kyoto yang efektif
Pertemuan CMA biasanya dilakukan setahun sekali, kecualli apabila ada kebutuhan menyelenggarakan sesi tambahan (kondisi extra-ordinary). Negara yang tidak meratifikasi Persetujuan Paris akan berperan sebagai observer dan tidak memiliki hak suara dalam proses pengambilan keputusan.
IPCC - Intergovernmental Panel on Climate Change
Badan PBB yang dibentuk dengan tugas melakukan kajian untuk memberikan informasi dari sudut pandang ilmiah tentang perubahan iklim antara lain mengenai implikasi dan potensi risiko di masa depan, opsi adaptasi dan mitigasi, dan issue lain yang mengemuka dan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Global Stocktake
Proses untuk mengkaji perkembangan pelaksanaan NDC serta hasil yang dicapai. Global stocktake pertama dilakukan tahun 2023 dan untuk seterusnya setiap 5 tahun. Hasil dari stocktake diharapkan dapat menjadi pertimbangan untuk peningkatan kontribusi dan komitmen para Negara Pihak.
Peningkatan Kerangka Transparansi – Enhanced Transparancy Framework
Kerangka transparansi bertujuan untuk memberikan pengetahuan aksi iklim yang jelas dan transparan dalam pencapaian target NDC pada setiap Negara baik untuk mitigasi (A4) dan untuk adaptasi (A7), serta kejelasan dukungan sumber daya (A9, A10 dan A11) yang diberikan oleh negara maju dan yang diterima oleh negara berkembang.
Kerangka transparency pada setiap negara dilaporkan dalam periode dua tahunan, yang disebut Beannual Transparancy Report (BTR) dan dapat dilampirkan tentang RBP REDD+ (A5) dan juga pendekatan kerjasa,ma dalam mekanisme pasar (A6.2 dan A6.4)
LTS-LED atau long-term strategies on low emissions development
Merupakan mandat dari Persetujuan Paris Pasal 4.19 yang menghimbau agar Negara Pihak dapat melakukan formulasi mengenai strategi jangka Panjang pembangunan rendah emisi GRK.
Indonesia LTS-LCCR 2050
Dokumen yang disampaikan kepada UNFCCC pada tahun 2021 yang menuangkan visi Indonesia untuk pengendalian perubahan iklim pada tahun 2050, dengan visi mencapai FOLU net-sink pada tahun 2030 dan mencapai NZE pada tahun 2060 atau lebih cepat melalui scenario LCCP.
Terdapat 3 skenario pengendalian perubahan iklim dalam dokumen LTS-LCCR 2050, yakni: Current Policy Scenario (CPOS) yang mewakili skenario di mana negara merencanakan pembangunan sesuai kebijakan iklim saat ini; Transition Scenario (TRNS) sebagai skenario transisi; dan Low Carbon Scenario Compatible with Paris Agreement (LCCP) yang merupakan skenario paling ambisius.