NDC MITIGASI
Sektor AFOLU atau sektor berbasis lahan
Komitmen Mitigasi Perubahan Iklim
Komitmen untuk merespon perubahan iklim dalam bentuk upaya menurunkan tingkat emisi GRK, mencegah keluarnya emisi gas rumah kaca dan/atau meningkatkan serapan gas rumah kaca.
Agriculture, Forestry, and Other Land Use (AFOLU)
AFOLU merupakan kategorisasi yang dibuat oleh IPCC dalam perhitungan, inventarisasi, maupun mitigasi emisi GRK yang merupakan singkatan dari "Agriculture, Forestry, and Other Land Use," yang dalam bahasa Indonesia berarti "Pertanian, Kehutanan, dan Penggunaan Lahan Lainnya." AFOLU merujuk pada sektor-sektor ekonomi dan aktivitas manusia yang terkait dengan penggunaan lahan, termasuk: 1)Pertanian yang mencakup aktivitas seperti budidaya tanaman pangan, peternakan, pertanian hortikultura, dan produksi tanaman energi seperti tebu atau jagung; 2)Kehutanan, mencakup aktivitas pengelolaan hutan, seperti penanaman pohon, pemungutan kayu, dan konservasi hutan; dan 3)Penggunaan Lahan Lainnya: Ini mencakup penggunaan lahan untuk berbagai tujuan, termasuk perumahan, industri, transportasi, dan peningkatan infrastruktur.
AFOLU adalah salah satu sektor yang penting dalam konteks perubahan iklim, karena aktivitas di sektor ini dapat berkontribusi pada emisi gas rumah kaca, seperti karbon dioksida (CO2), metana (CH4), dan nitrogen dioksida (N2O). Namun, sektor AFOLU juga memiliki potensi untuk berperan sebagai solusi dalam mengurangi emisi dan menyerap karbon dioksida dari atmosfer melalui praktek-praktek seperti reboisasi, agroforestri, dan praktik pertanian berkelanjutan.
Deforestasi
Deforestasi adalah perubahan dari kelasa tutupan hutan menjadi non hutan.
Degradasi Hutan
Degradasi Hutan turunnya kualitas ekosistem hutan, yaitu dari kelas tutupan hutan primer menjadi hutan
Restorasi Hutan
Restorasi Hutan adalah berbagai upaya untuk mengembalikan atau memulihkan ekosistem hutan yang telah terdegradasi. Restorasi hutan penting untuk melestarikan keanekaragaman hayati, menjaga siklus air, dan mengurangi dampak perubahan iklim.
Rehabilitasi Hutan
Rehabilitasi adalah proses memulihkan atau memperbaiki kondisi hutan yang telah rusak atau terdegradasi tanpa harus mengembalikan kondisi hutan ke keadaan aslinya.
Ekosistem
Ekosistem adalah sistem alami yang terdiri dari organisme hidup (baik tumbuhan, hewan, maupun mikroorganisme) yang berinteraksi satu sama lain dan dengan lingkungannya. Ekosistem mencakup semua komponen biotik (organisme hidup) dan abiotik (faktor fisik dan kimia seperti air, tanah, iklim, dan cahaya matahari) dalam suatu area tertentu. Interaksi kompleks antara organisme dan lingkungan fisiknya memungkinkan aliran energi, siklus materi, dan keseimbangan ekologi. Contoh ekosistem termasuk hutan, danau, gurun, sungai, dan bahkan ekosistem mikro di dalam tanah. Setiap ekosistem memiliki karakteristik unik dan peran penting dalam menjaga keseimbangan ekologi di planet ini. Ekosistem juga memainkan peran penting dalam menyediakan berbagai layanan ekosistem yang penting bagi manusia, seperti penyediaan makanan, air bersih, bahan baku, dan layanan lingkungan lainnya.
Pengelolaan hutan lestari
Upaya penurunan emisi gas rumah kaca melalui teknologi RIL (Reduce Impact Logging, RIL) dan upaya peningkatan cadangan karbon melalui pengayaan (Enhanced Natural Regeneration, ENR)
Restorasi gambut
Upaya penurunan emisi gas rumah kaca melalui rangkaian kegiatan mencakup kegiatan pembasahan (rewetting) dan penghijauan kembali (revegetasi) yang terutama difokuskan pada lahan gambut dalam yang saat ini digunakan untuk kegiatan pertanian serta pada lahan yang tidak produktif.
Terrestrial
Terrestrial adalah istilah yang digunakan untuk mengacu pada segala sesuatu yang berkaitan dengan daratan atau daratan bumi. Secara khusus, istilah ini sering digunakan dalam konteks geologi, ilmu lingkungan, dan ilmu bumi untuk merujuk kepada semua aspek dan fenomena yang terjadi di atas permukaan daratan, daripada yang terkait dengan air atau lautan. Contoh objek terestrial meliputi daratan, pegunungan, padang rumput, hutan, gurun, dan banyak lagi. Hewan dan tumbuhan yang hidup di daratan juga dapat disebut sebagai organisme terestrial..
Pendekatan Berbasis Lanskap
Pendekatan Berbasis Lanskap (Landscape-based approach) adalah suatu pendekatan dalam pengelolaan sumber daya alam yang mempertimbangkan dan mengintegrasikan berbagai aspek ekologi, sosial, ekonomi, dan budaya dalam konteks lanskap geografis yang lebih luas. Pendekatan ini mengakui bahwa banyak tantangan lingkungan dan pembangunan tidak dapat diselesaikan hanya dengan fokus pada elemen individu, seperti hutan atau sungai, tetapi memerlukan pemahaman yang lebih holistik tentang bagaimana berbagai elemen tersebut berinteraksi dalam suatu lanskap.
Dengan menggunakan Pendekatan Berbasis Lanskap, upaya pengelolaan dapat merencanakan dan melaksanakan tindakan yang mempertimbangkan dampaknya pada lanskap secara keseluruhan. Ini dapat mencakup perlindungan keanekaragaman hayati, pemulihan ekosistem yang terdegradasi, pengelolaan sumber daya alam, pertanian berkelanjutan, dan memenuhi kebutuhan masyarakat dalam konteks lanskap yang lebih besar. Pendekatan Berbasis Lanskap sering digunakan dalam pengelolaan hutan, konservasi alam, pengembangan pertanian berkelanjutan, dan perencanaan tata guna lahan untuk mencapai tujuan yang lebih luas, seperti pelestarian ekosistem dan peningkatan kesejahteraan manusia.
Forest Reference Emission Level (FREL)
Forest Reference Emission Level (FREL), atau Tingkat Referensi Emisi Hutan, dikenal sebagai tolok ukur untuk menilai suatu negara/wilayah dalam melaksanakan kegiatan penurunan emisi, khusus dari deforestasi dan degradasi hutan. FREL dinyatakan dalam tCO2e per tahun pada periode referensi. Kemudian negara/ wilayah tersebut dapat membandingkan tingkat emisi pada periode perhitungan hasil (emisi dan serapan karbon) dengan FRELnya.
REDD+
REDD+ adalah singkatan dari Reducing Emission from Deforestation and Forest Degradation Plus Conservation of Forests, Sustainable management of Forests, dan Enhancement of Forest Carbon Stocks, yaitu upaya pengurangan emisi gas rumah kaca yang berasal dari aktivitas-aktivitas yang menyebabkan deforestasi dan degradasi hutan, serta meningkatkan kapasitas hutan dalam menyerap karbon dioksida. Dalam kerangka ini, negara-negara yang memiliki hutan tropis dapat menerima insentif finansial sebagai imbalan atas upaya mereka dalam menjaga, mengelola, dan memulihkan hutan mereka. REDD+ mencakup berbagai kegiatan, termasuk perlindungan hutan, pengelolaan hutan berkelanjutan, pemulihan hutan yang terdegradasi, dan peningkatan stok karbon hutan. Tujuan akhirnya adalah melindungi hutan alam dan mengurangi emisi karbon yang berasal dari sektor kehutanan, yang merupakan kontributor penting dalam perubahan iklim global.
Results-based Payment (RBP)
Results-based Payment (RBP) merupakan insentif dari program/kegiatan REDD+ yang diberikan melalui sistem pembayaran berdasarkan capaian/hasil (results) pengurangan emisi GRK. Dalam sistem ini, pembayaran baru diberikan setelah dilakukan verifikasi terhadap capaian pengurangan emisi yang dihasilkan oleh program/kegiatan tersebut. RBP merupakan implementasi Pasal 5 dari Persetujuan Paris dan di Indonesia menggunakan pendekatan nasional dan implementasi di sub-nasional.
Biomass Expansion Factor (BEF)
Biomass Expansion Factor (BEF) adalah faktor yang digunakan dalam penelitian ekologi dan lingkungan untuk mengestimasi jumlah biomassa (massa hayati) total atau kandungan karbon dari suatu ekosistem atau tipe vegetasi tertentu berdasarkan pengukuran sampel atau subset dari ekosistem atau tipe tersebut. BEF digunakan ketika tidak memungkinkan untuk mengukur seluruh area atau biomassa secara langsung. Biasanya, BEF dihitung berdasarkan data empiris dan dapat bervariasi tergantung pada jenis vegetasi tertentu, wilayah geografis, dan faktor ekologis lainnya. BEF membantu peneliti untuk mengestimasi penyimpanan karbon atau biomassa keseluruhan di hutan, padang rumput, atau ekosistem lainnya dengan mengambil sampel kecil dan menerapkan faktor ekspansi tersebut untuk mengestimasi total area atau biomassa. Pendekatan ini penting untuk memahami sequestrasi karbon di hutan dan ekosistem lainnya.
Kepadatan Kayu (Wood Density)
Kepadatan kayu adalah ukuran berat kayu per unit volume. Ini menunjukkan seberapa berat atau padat jenis kayu tertentu dalam hubungannya dengan ukurannya. Kepadatan kayu umumnya dinyatakan dalam satuan seperti gram per sentimeter kubik (g/cm³), atau tergantung pada wilayah dan satuan pengukuran yang digunakan. Kepadatan kayu berbeda-beda antara jenis-jenis kayu. Kayu keras yang padat cenderung memiliki kepadatan kayu yang tinggi, sehingga lebih berat dan tahan lama, sementara kayu lunak biasanya memiliki kepadatan kayu yang lebih rendah. Kepadatan kayu adalah faktor penting dalam berbagai aplikasi, termasuk konstruksi, kerajinan kayu, dan produksi kertas dan pulp. Ini memengaruhi kekuatan, daya tahan, dan daya apung kayu, sehingga menjadi pertimbangan penting dalam memilih jenis kayu yang sesuai untuk tujuan tertentu. Selain itu, kepadatan kayu juga dapat relevan dalam studi ekologi, karena dapat memengaruhi pola pertumbuhan dan peran ekologi berbagai jenis pohon dalam ekosistem hutan..
Gambut/Lahan Gambut
Gambut adalah jenis tanah organik yang terbentuk dari material tanaman yang membusuk di lingkungan yang lembap dan terendam air. Gambut terbentuk dalam kondisi dengan tingkat pelapukan yang rendah, di mana dekomposisi bahan organik berlangsung sangat lambat karena terendam dalam air dan terisolasi dari udara. Karena proses pembentukannya yang lambat dan kandungan air yang tinggi, gambut memiliki tingkat keasaman yang tinggi dan umumnya berwarna gelap. Gambut biasanya ditemukan di daerah-daerah seperti rawa-rawa, lahan basah, dan hutan rawa. Ini memiliki peran penting dalam penyimpanan karbon, karena mengandung jumlah besar bahan organik yang tidak terurai sepenuhnya, yang jika terdegradasi akan menghasilkan emisi GRK, terutama karbon dioksida.
Perhutanan Sosial
Perhutanan Sosial adalah sistem pengelolaan Hutan lestari yang dilaksanakan dalam Kawasan Hutan Negara atau Hutan Hak/Hutan Adat yang dilaksanakan oleh Masyarakat setempat atau Masyarakat Hukum Adat sebagai pelaku utama untuk meningkatkan kesejahteraannya, keseimbangan lingkungan dan dinamika sosial budaya dalam bentuk Hutan Desa, Hutan Kemasyarakatan, Hutan Tanaman Rakyat, Hutan Adat, dan Kemitraan Kehutanan.