PENGANTAR

Apa Itu Perubahan Iklim ? 

Perubahan pola cuaca dan suhu dalam jangka panjang. Perubahan iklim dapat mengacu pada fenomena yang terjadi secara umum di seluruh dunia yaitu perubahan suhu rata-rata global, dapat pula secara khusus mempengaruhi lokasi tertentu seperti semakin tingginya intensitas kejadian cuaca ekstrim dan bencana terkait iklim (banjir, kekeringan, gelombang panas dan sejenisnya). 


Apa Itu Pemanasan Global ?

Istilah ini mengacu kepada laju peningkatan suhu rata rata global yang lebih tinggi dari laju alamiahnya. Studi kebumian mengidentifikasi bahwa planet bumi sudah mengalami sejumlah siklus pemanasan maupun pendinginan akibat variasi orbitnya terhadap matahari. Namun demikian pemanasan tersebut jauh lebih cepat dari sebelumnya di abad ini. Hal ini erat kaitannya dengan konsentrasi polutan yang sangat tinggi di atmosfer terutama pada periode revolusi industri yang membuat panas dari cahaya matahari semakin banyak yang terperangkap, seperti efek rumah kaca dan meningkatkan suhu rata rata di permukaan bumi. 


Apa Itu Gas Rumah Kaca (GRK) ?

Gas utama yang menjadi perangkap panas di atmosfer dan menyebabkan pemanasan global, seperti ilustrasi di rumah kaca. Gas tersebut meliputi karbondioksida (CO2), metana (CH4), dinitrogen oksida (N2O), gas berflourinasi seperti hidrofluorokarbon (HFC), perfluorocarbon (PFC), dan sulfur heksaflorida (SF6).



Mengapa GRK seringkali disebut “karbon”? 

Karbon/karbon dioksida (CO2) adalah gas dengan konsentrasi paling tinggi dan mendominasi gas rumah kaca di atmosfer. Jumlahnya mencapai lebih dari 65%. Oleh karena itu, gas lain yang jumlahnya lebih sedikit dikonversi ke dalam CO2-equivalent untuk memudahkan perhitungan. Demikian pula aktivitas dari berbagai sektor didominasi oleh aktivitas yang menghasilkan CO2. Oleh karena itu, dalam narasi dan diskusi, GRK secara singkat sering disebut “karbon”


Apa Itu Titik Panas Iklim (Climate Hotspots) ?

Istilah ini digunakan untuk menandai wilayah tertentu yang sangat terdampak oleh perubahan iklim, baik secara fisik, ekologi, sosial, dan ekonomi. Umumnya wilayah-wilayah itu didominasi populasi masyarakat miskin sehingga tergolong rentan. Secara geografis, lokasinya juga terekspos sejumlah risiko iklim


Apa Itu Adaptasi Perubahan Iklim ?

Adaptasi perubahan iklim mengacu pada tindakan tindakan untuk mengurangi dampak negatif dari perubahan iklim, sambil memanfaatkan potensi peluang baru. Hal ini melibatkan penyesuaian kebijakan dan tindakan, seiring hasil pengamatan dan evaluasi dampak perubahan iklim yang terjadi. Adaptasi dapat bersifat reaktif, di mana respons dilakukan setelah dampak terjadi, atau antisipatif, berupa respons terhadap dampak yang diprediksi akan terjadi. Dalam menghadapi sebagian besar keadaan, adaptasi antisipatif akan menghasilkan biaya jangka panjang yang lebih rendah dan lebih efektif daripada adaptasi reaktif. 


Apa Itu Mitigasi Perubahan Iklim ?

Mitigasi perubahan iklim mengacu pada upaya untuk mengurangi atau mencegah keluarnya dan menyerap emisi gas rumah kaca, yang dapat dilakukan melalui intervensi teknologi maupun penerapan kebijakan atau program.  Sektor yang menjadi prioritas dalam upaya tersebut saat ini adalah sektor: energi, kehutanan dan penggunaan lahan, limbah, proses produksi dan penggunaan produk di industri, dan pertanian 


Apa Itu Dukungan Implementasi (Means of Implementation/MoI) ?

Keberhasilan implementasi rencana penanggulangan perubahan iklim membutuhkan berbagai kemampuan, baik kemampuan mengembang- kan proyek, menciptakan kebijakan yang mendukung, mengakses sumber pendanaan, maupun mengidentifikasi dan memanfaatkan teknologi yang tepat. Di Indonesia, dukungan implementasi yang ditetapkan mencakup  aspek aspek penting dari implementasi perubahan iklim ini, yaitu akses terhadap sumber pendanaan, teknologi, dan penguatan kapasitas. 


Apa Itu Sustainable Development Goals (SDGs) ?

Sustainable Development Goals (SDGs), atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB), terdiri dari 17 agenda utama terkait pembangunan berkelanjutan yang disepakati oleh negara negara anggota PBB sebagai agenda kebijakan universal. Agenda agenda ini kemudian diterjemahkan menjadi 169 target yang diharapkan dapat dicapai pada tahun 2030. Gerakan transformatif dalam bentuk target dan agenda tersebut disusun berdasarkan kesadaran akan pentingnya menciptakan kondisi pertumbuhan sosial ekonomi yang merata, untuk kemakmuran bersama, tanpa mengorbankan kelestarian lingkungan. 


Apa Itu Pembangunan Rendah Emisi GRK (Rendah Karbon) dan Berketahanan Iklim ?

Paradigma pembangunan yang tetap mengupayakan pertumbuhan sosial ekonomi namun lebih ramah lingkungan, rendah emisi GRK, meminimalkan eksploitasi sumber daya, juga adaptif (berketahanan) terhadap dampak dampak perubahan iklim. 


Apa Itu Nilai Ekonomi Karbon (NEK)?

Nilai Ekonomi Karbon adalah nilai terhadap setiap unit emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dari kegiatan manusia dan kegiatan ekonomi (Perpres 98/21 Pasal 1 ayat 2, PermenLHK 21/22 Pasal 1 ayat 1). 


Apa saja yang diatur dalam peraturan Peraturan Menteri LHK No. 21 tahun 2022 tentang Tata Laksana Penerapan Nilai Ekonomi Karbon?

Mengatur mengenai hal-hal sebagai berikut: Tata Cara Pelaksanaan Perdagangan Karbon; Pembayaran Berbasis Kinerja; Pungutan Atas Karbon; Penyelenggaraan SRN PPI; Pengukuran, Pelaporan, dan Verifikasi Penyelenggaraan NEK; Mekanisme Penyelenggaraan NEK Lainnya; Pengelolaan Dana atas Perdagangan Karbon; Partisipasi Para Pihak; Pemantauan dan Evaluasi.


PERJANJIAN TERKAIT PERUBAHAN IKLIM

United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) 

UNFCCC adalah konvensi internasional yang bertujuan untuk menstabilkan konsentrasi GRK di atmosfer. Terdapat 198 negara (disebut Negara Pihak atau Parties) meratifikasi konvensi yang dicetuskan di Rio de Janeiro tahun 1992, dengan Sekretariat UNFCCC berlokasi di Bonn-Jerman 


Protokol Kyoto 

Protokol Kyoto merupakan perangkat implementasi UNFCCC yang dijadikan sebagai dasar bagi negara-negara industri untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, paling sedikit 5% dari tingkat emisi tahun 1990 menjelang periode 2008-2012 


Amandemen Doha 

Amandemen yang mencakup implikasi dari implementasi berbagai metodologi dalam periode komitmen kedua dan kelanjutan program kerja untuk menyusun kesepakatan pasca-2020


Persetujuan Paris (Paris Agreement)



Ratifikasi

Ratifikasi adalah pengesahan suatu dokumen negara oleh parlemen, khususnya pengesahan undang-undang, perjanjian antarnegara, dan persetujuan hukum internasional. 


Conference of Parties (COP) 

Forum resmi tahunan Negara Pihak yang meratifikasi UNFCCC untuk membahas isu perubahan iklim dan membuat keputusan atas berbagai proses yang dapat mendukung tujuan UNFCCC 


CMP 

Conference of the Parties serving as the Meeting of the Parties to the Kyoto Protocol merupakan forum resmi tahunan Negara Pihak yang meratifikasi Protokol Kyoto untuk mengawal implementasi dan mengambil keputusan dalam rangka mempromosikan implementasi yang efektif 


CMA 

Conference of the Parties serving as the Meeting of the Parties to the Paris Agreement merupakan forum resmi tahunan Negara Pihak yang meratifikasi Persetujuan Paris untuk mengawal implementasi dan mengambil keputusan dalam rangka mempromosikan implementasi yang efektif.



Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) 

Badan PBB yang dibentuk dengan tugas melakukan kajian untuk memberikan informasi dari sudut pandang ilmiah tentang perubahan iklim antara lain mengenai implikasi dan potensi risiko di masa depan, opsi adaptasi dan mitigasi, dan issue lain yang mengemuka dan disesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.



Visi Indonesia 2045 

Menjelang 100 tahun kemerdekaan Indonesia pada tahun 2045, Presiden Joko Widodo memprakarsai disusunnya Visi Indonesia 2045 untuk menguatkan dan mempercepat 

pencapaian tujuan berbangsa dan bernegara sebagaimana diamanatkan dalam Pancasila dan UUD 1945. Visi ini terdiri dari 4 pilar, yaitu: 


Global Stocktake

Proses untuk mengkaji perkembangan pelaksanaan NDC serta hasil yang dicapai. Global stocktake pertama dilakukan tahun 2023 dan untuk seterusnya setiap 5 tahun. Hasil dari stocktake diharapkan dapat menjadi pertimbangan untuk peningkatan kontribusi dan komitmen para Negara Pihak selanjutnya.


LTS-LED atau long-term strategies on low emissions development

Merupakan mandate dari Persetujuan Paris Pasal 4.19 yang menghimbau agar Negara Pihak UNFCCC dapat melakukan formulasi mengenai strategi jangka Panjang pembangunan rendah emisi GRK.


Indonesia LTS-LCCR 2050


Komitmen dalam NDC 

NDC - Nationally Determined Contribution

Nationally Determined Contribution (NDC) adalah dokumen yang menuangkan komitmen Negara Pihak UNFCCC untuk menghadapi perubahan iklim dan menjaga agar kenaikan suhu global bumi di bawah 2 derajat Celcius dan mengupayakan kenaikan tersebut sebesar 1.5 derajat Celcius, serta meningkatkan kemampuan adaptasi. NDC juga merupakan bagian dari instrumen ratifikasi suatu Negara Pihak atas Persetujuan Paris, dengan kewajiban peningkatan komitmen (no back-sliding) setiap 5 tahun.

Indonesia menyerahkan dokumen First Nationally Determined Contribution (FNDC) kepada UNFCCC untuk pertama kalinya pada tahun 2016, sebagai kelengkapan dokumen ratifikasi Persetujuan Paris, yang menuangkan komitmen pada tahun 2030 dalam hal penurunan emisi GRK melalui beragam upaya mitigasi, peningkatan ketahan iklim melalui upaya adaptasi, kaitan dengan kerangka transparansi, serta dukungan implementasi.  

FNDC kemudian dimutakhirkan melalui penyampaian Updated NDC pada tahun 2021 dan meningkatkan ambisi dalam dokumen Enhanced NDC pada tahun 2022 untuk menurunkan emisi GRK pada tahun 2030 dibandingkan skenario tanpa aksi (business as usual) sebesar 31.89% (dengan upaya sendiri atau unconditional-skenario CM1) dan 43.20% (dengan dukungan internasional atau conditional-skenario CM2).


Mengapa target net-zero Indonesia tidak di tahun 2050? 

Berdasarkan IPCC, target net-zero emission adalah sekitar 2050, tetapi tidak harus tepat di tahun tersebut. 


Emission peaking terjadi di tahun 2030 untuk FOLU. Bagaimana dengan total emisi? Tahun berapa mencapai kondisi peak? 

Peaking emisi 2030 adalah untuk seluruh sektor. Sedangkan sektor FOLU sudah net-sink. Jadi tidak tepat jika ditulis peaking FOLU di 2030. 


Apakah ada skenario just transition yang diakomodir dalam dokumen LTS-LCCR? 

Ada terakomodir sebagai bagian dari isu pendukung strategis. 


Apakah GSEN (Grand Strategi Energi Nasional) dari Kementerian ESDM sudah diintegrasikan ke dalam perhitungan LTS-CCP? Terutama hilirisasi batubara untuk produksi DME (Dimethyl Ether) karena memiliki implikasi terhadap emisi GRK dan terkait dengan emission peak di tahun 2030. 

Dokumen LTSLCCR disusun merujuk pada current policies yang sudah terbit. 


Apakah ada rencana penerapan carbon pricing di tahun 2030 apabila target penurunan emisi GRK tidak tercapai? 

Prioritas carbon pricing akan dijelaskan pada PERPRES NEK dan akan diterapkan untuk mencapai target 2030 yang menjadi basis dalam dokumen LTSLCCR. 


Apakah memungkinkan untuk meningkatkan partisipasi warga atau rakyat, khususnya desa, dalam mengurangi emisi, misal- nya untuk meningkatkan Hutan Desa? 

KLHK mengembangkan Program Kampung Iklim (Proklim) untuk aksi aksi adaptasi dan mitigasi yang dilakukan oleh masyarakat, serta kegiatan REDD+ yang melibatkan masyarakat dalam menjaga hutan. 


Apakah penggunaan skema CCS telah didukung dengan kebijakan di Kementerian ESDM? 

Safeguard untuk CCS perlu diperhatikan baik dari sisi lingkungan dan dampak sosialnya 


Apakah ada kemungkinan terjadi tumpang tindih dalam perhitungan blue carbon antara kehutanan dan kelautan, khusus- nya pada hutan mangrove, sehingga diperlukan kesepahaman agar tidak terjadi double counting, baik emisi maupun serapan selama kegiatan konservasi, rehabilitasi dan pengelolaan? 

Semua aksi mitigasi didorong untuk masuk ke dalam Sistem Registri Nasional (SRN) dalam proses MRV sehingga tidak terjadi double counting


Bagaimana kebijakan carbon pricing di Indonesia dalam mendukung upaya long term? 

Kebijakan carbon pricing Indonesia akan menjadi bagian dari Rancangan PERPRES NEK dan kedepannya memerlukan dukungan internasional dalam mengembangkan sistem perdagangan karbon. Mekanisme perdagangan karbon yang didorong untuk dapat dikembangkan adalah mekanisme cap-and-trade atau batasidandagangkan. Sistem ini disebut “emission trading system”, atau sistem perdagangan emisi, yang umumnya diterapkan dalam pasar karbon karena memerlukan pembatasan emisi GRK pada pihak pihak peserta pasar. 


Apakah tujuan dari perdagangan karbon dalam kaitannya dengan capaian NDC? 

Perdagangan karbon diupayakan untuk memenuhi komitmen Indonesia kepada masyarakat internasional sesuai dengan konvensi perubahan iklim yang telah diratifikasi untuk pencapaian target NDC 41% dengan dukungan internasional pada tahun 2030. 


Bagaimana sektor energi berkontribusi dalam jangka panjang? 

Melalui agenda dekarbonisasi secara sistematis, yang menjadi bagian dari pencapaian LTSLCCR di sektor energi. 


Apa saja yang menjadi pertimbangan mendasar dalam upaya ketahanan iklim di tengah kondisi pandemi? 

Pemerintah Indonesia, melalui KLHK, menyampaikan bahwa dokumen Updated NDC dan LTS-LCCR 2050 disusun berdasarkan kondisi realitas ekonomi yang terpuruk akibat pandemi COVID19 yang membuat Pemerintah lebih fokus pada upaya pemulihan ekonomi demi mencapai Visi Indonesia 2045 menjadi negara dengan ekonomi maju. 


Apakah target dalam Updated NDC sudah ambisius dalam penurunan emisi GRK? 

Target awal Indonesia untuk menurunkan emisi sebesar 29% dengan upaya sendiri dan sampai dengan 41% dengan dukungan internasional pada tahun 2030, dinilai masih cukup ambisius sebagai kontribusi Indonesia untuk menurunkan emisi global dalam rangka mengendalikan perubahan iklim. 


Apakah Indonesia akan mengubah target penurunan emisi karena adanya ratifikasi Paris Agreement untuk menaikan ambisi? 

Indonesia tidak mengubah target penurunan emisi GRK dalam penyusunan Updated NDC, tetapi menjelaskan bagaimana secara realistis dan logis capaian capaian dari aksi adaptasi dan mitigasi bisa terwujud. Indonesia bisa membuktikan kepada dunia bahwa target yang sudah ditetapkan sebelumnya bisa dicapai dengan baik, termasuk rencana jangka panjang ketahanan iklim dan instrumen finansial terkait iklim, seperti Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH). 


Apa strategi Indonesia dalam penurunan emisi GRK? 

Strategi Indonesia dalam mencapai NDC adalah melalui kombinasi kerja dua sektor besar penurun emisi, yaitu Sektor FOLU dan Sektor Energi. Strategi Indonesia untuk mencapai net-zero tahun 2060 adalah melalui rancangan kebijakan dan indikator masing masing sektor.. 


Adakah rencana carbon net-sink? 

Rencana carbon net-sink pada tahun 2030 dari Sektor Kehutanan dan Penggunaan Lahan, atau FOLU, tercantum dalam Updated NDC. 


Apa yang harus dilakukan di daerah untuk menggalakkan kegiatan perubahan iklim, baik mitigasi maupun adaptasi, mengingat seringkali terdapat kendala untuk memasukkan kegiatan-kegiatan tersebut dalam anggaran, karena tidak adanya landasan kegiatan pada RPJMD dan aturan-aturan di atasnya? 

Komitmen Pemerintah Daerah sangat penting untuk diintegrasikan ke dalam RPJMD. Ada beberapa pendekatan, misalnya melalui kegiatan kegiatan REDD+ di Provinsi Kalimantan Timur dan Provinsi Jambi, atau melalui pengembangan KLHS yang dilakukan di beberapa provinsi seperti Papua, Papua Barat, Kalimantan Tengah, dan lain lain. 

Sumber-sumber energi terbarukan di Indonesia tersedia secara alamiah dalam jumlah yang sangat besar seperti tenaga matahari, gelombang laut, dan angin, tetapi mengapa perkembangannya di Indonesia terlambat? Apa kendala dan tantangannya, serta apa yang dapat dilakukan untuk percepatan? 

Energi terbarukan sangat besar potensinya dan sedang diupayakan untuk diimplementasikan, namun pada awalnya sangat berat dan masih belum masif. Kementerian ESDM telah menerbitkan Permen PLTS Atap di mana regulasi ini akan memicu banyak industri dan rumah tangga, serta gedung pemerintah untuk menggunakan PLTS Atap. Terhadap pembang kit EBT yang on-grid, hasil listriknya dengan jaringan listrik nasional/PLN tentunya mengikuti Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL). Sebagai informasi, RUPTL kini sedang direvisi agar lebih mengarah kepada pemanfaatan EBT. 


Seperti apa visi dan aksi mitigasi yang dituangkan dalam dokumen NDC ini, dan apakah visi dan aksi ini sudah menjawab ske- nario ambisius untuk menuju 2050 dan bagaimana dengan kebijakan dan sistem penganggaran untuk mendukung itu? 

Dokumen LTS-LCCR 2050 terdiri dari 3 skenario, yaitu CPOS (Current Policy Scenario), TRNS (Transition Scenario), dan LCCP (Low Carbon Scenario Compatible with Paris Agreement). NDC Indonesia memenuhi CPOS, tetapi belum memenuhi LCCP yang menentukan LTS-LCCR 2050 dan NZE 2060. Oleh karena itu, saat ini sedang dielaborasi FOLU net- sink 2030 dan transisi energi untuk dapat memenuhi target LCCP. 


Apa yang dimaksud dengan cap and trade dan PT BAE?

Persetujuan Teknis Batas Atas Emisi yang selanjutnya disingkat PTBAE adalah persetujuan teknis mengenai Batas Atas Emisi GRK pada Sub Sektor atau sub Sub Sektor. PTBAE-PU yang lebih dikenal dengan istilah cap and trade adalah penetapan Batas Atas Emisi GRK bagi Pelaku Usaha dan/atau penetapan kuota emisi dalam Periode Penaatan tertentu bagi setiap Pelaku Usaha


Peraturan Menteri LHK mengenai Nilai Ekonomi Karbon, dan apa saja yang diatur dalam peraturan tersebut?

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengenai Nilai Ekonomi Karbon tersebut mengatur mengenai hal-hal sebagai berikut: Tata Cara Pelaksanaan Perdagangan Karbon; Pembayaran Berbasis Kinerja; Pungutan Atas Karbon; Penyelenggaraan SRN PPI; Pengukuran, Pelaporan, dan Verifikasi Penyelenggaraan NEK; Mekanisme Penyelenggaraan NEK Lainnya; Pengelolaan Dana atas Perdagangan Karbon; Partisipasi Para Pihak; Pemantauan dan Evaluasi.




Apa yang menjadi alasan penundaan pelaksanaan pajak karbon untuk PLTU di Indonesia? Kapan kira-kira pemungutan pajak karbon dapat dilaksanakan?


Implementasi pajak karbon resmi tertunda dua kali, dari amanat Undang-Undang Nomor 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), yang semestinya berlaku 1 April 2022 menjadi Juli 2022, penundaan dilakukan karena pemerintah ingin menyiapkan aturan turunan yang lebih komprehensif, konsisten dan baik, sehingga kebijakan pemerintah yang akan diterapkan nantinya harus dapat memastikan supply dan demand, serta daya belinya di masyarakat. 

Catatan: terkait pelaksanaan pajak karbon merupakan domainnya Kementerian Keuangan


Peraturan Menteri LHK mengenai Nilai Ekonomi Karbon, dan apa saja yang diatur dalam peraturan tersebut? 


Peraturan Menteri lingkungan Hidup dan Kehutanan mengenai Nilai Ekonomi Karbon tersebut mengatur mengenai hal-hal sebagai berikut: Tata Cara Pelaksanaan Perdagangan Karbon; Pembayaran Berbasis Kinerja; Pungutan Atas Karbon; Penyelenggaraan SRN PPI; Pengukuran, Pelaporan, dan Verifikasi Penyelenggaraan NEK; Mekanisme Penyelenggaraan NEK Lainnya; Pengelolaan Dana atas Perdagangan Karbon; Partisipasi Para Pihak; Pemantauan dan Evaluasi.



Bagaimana kebijakan carbon pricing di Indonesia dalam mendukung upaya long term?

Kebijakan carbon pricing Indonesia akan menjadi bagian dari Rancangan PERPRES NEK dan ke depannya memerlukan dukungan internasional dalam mengembangkan sistem perdagangan karbon. Mekanisme perdagangan karbon yang didorong untuk dapat dikembangkan adalah mekanisme cap and trade atau batasi dan dagangkan. Sistem ini disebut “emission trading system”, atau sistem perdagangan emisi, yang umumnya diterapkan dalam pasar karbon karena memerlukan pembatasan emisi GRK pada pihak pihak peserta pasar.


Apakah tujuan dari perdagangan karbon dalam kaitannya dengan capaian NDC?

Perdagangan karbon diupayakan untuk memenuhi komitmen Indonesia kepada masyarakat internasional sesuai dengan konvensi perubahan iklim yang telah diratifikasi untuk pencapaian target berdasarkan enhanced NDC sebesar 31,89% dengan upaya sendiri (CM1) dan hingga 43,20%.


Apabila pelaku usaha akan melakukan perdagangan karbon internasional, apakah pelaku usaha wajib mendapatkan otoritas sekaligus persetujuan? Dalam arti, apakah dimungkinkan bagi pelaku usaha untuk hanya meminta otorisasi terkait perpindahan unit karbon ke luar negeri?

Perdagangan karbon ke luar negeri secara umum diatur diatur dalam Permen LHK 21/2022 dalam Pasal 4 ayat 3 huruf c dimana disebutkan bahwa perdagangan karbon luar negeri memerlukan persetujuan dan otorisasi dari menteri.  

Perdagangan karbon luar negeri yang membutuhkan otorisasi dari menteri diatur dalam Permen LHK 21/2022 pada Pasal 18 dan 19 huruf a yaitu (Kerjasama antar pemerintah dengan pemerintah di luar negeri yang pelaksanaanya dibolehkan untuk swasta).  

Persetujuan dan otorisasi diatur dalam Permen LHK 21/2022 pada pasal 24: 


Terkait pengelolaan kerja sama saling pengakuan (mutual recognition) untuk perdagangan Karbon Luar Negeri, apakah tunduk ke persyaratan terpenuhinya target NDC terlebih dahulu baru dapat diperdagangkan di Luar Negeri (Pasal 4 (3b)) Permen KLHK 21/2022?

Semua perdagangan karbon luar negeri persyaratannya adalah: 




Apakah boleh menggunakan validator dan verifikator asing (misalnya VCS), apakah validator dan verifikator asing diakui dan dapat melakukan validasi dan verifikasi berdasarkan permen LHK 21/2022?

Perdagangan karbon melalui perdagangan internasional harus menggunakan validator dan verifikator yang ditunjuk oleh Supervisor Body. Menteri membentuk DNA (designated national authority) atau ditunjuk oleh secretariat UNFCCC. Sedangkan perdagangan karbon luar negeri yang tidak melalui Kerjasama internasional menggunakan validator dan verifikator yang diakreditasi oleh KAN. (Pasal 21 Permen LHK 21/2022)



Apabila pelaku usaha akan melakukan perdagangan karbon internasional, apakah pelaku usaha wajib mendapatkan otoritas sekaligus persetujuan? Dalam arti, apakah dimungkinkan bagi pelaku usaha untuk hanya meminta otorisasi terkait perpindahan unit karbon ke luar negeri?

Persetujuan dan otorisasi diatur dalam Permen LHK 21/2022 pasal 24 ayat c dimana persetujuan menteri melalui DNA untuk transisi CDM sampai tahun 2025 dan registrasi untuk investasi baru mekanisme A.64 mulai tahun 2021 dan seterusnya dilakukan melalui DNA dengan setelah melakukan penilaian atas dokumen dan kontribusi penilaian capaian NDC. 



Indonesia merupakan salah satu negara yang menurunkan emisi dengan adanya hutan dll. Terkait penilaian internasional terhadap negara kita. Apakah ada pendanaan dari internasional terhadap keberhasilan Indonesia menurunkan emisi? (Pendanaan bagi penurunan emisi, karbon dll)

Saat ini Indonesia telah memperoleh pembayaran berbasis hasil (Result Based Payment/ RBP) sebesar 103,8 juta USD dari Green Climate Fund (GCF) yang bersumber dari hasil pengurangan emisi GRK dari program REDD+ untuk periode 2014-2016. Jumlah tersebut merupakan jumlah terbesar yang pernah disetujui oleh Dewan GCF untuk pembayaran program percontohan RBP. Selain itu ada beberapa program yang telah dijalankan oleh Indonesia sebagai berikut: 

Pengelolaan Dana-dana Lingkungan Hidup tersebut dikelola melalui BPDLH sebagai langkah dalam peningkatan kualitas Lingkungan Hidup dan peningkatan ketahanan masyarakat.

Peran serta dan komitmen Pemerintah dan pihak non-pemerintah (badan usaha pemerintah, badan usaha swasta, organisasi masyarakat sipil, lembaga donor) menjadi penting dalam upaya peningkatan penurunan emisi GRK


Sektor apa saja yang berperan dalam menangani perubahan iklim dan mitigasinya di Indonesia?

Sebagaimana dokumen Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia yang telah disubmit ke UNFCCC, terdapat 5 (lima) sektor yang berperan dalam aksi penurunan emisi gas rumah kaca yaitu Sektor Pertanian, Kehutanan dan Penggunaan Lahan, Energi, Limbah, dan Industri (atau Industrial Processes and Product Use).


Party Stakeholders (PS) dan 

Non-Party Stakeholders (NPS) 

Kedua istilah ini menggambarkan para pemangku kepentingan sehubungan dengan upaya pelaksanaan Persetujuan Paris. PS merujuk kepada para pemangku kepentingan dari pemerintah pusat suatu negara, sementara NPS merujuk kepada para pemangku kepentingan yang bukan dari pemerintah pusat, seperti pemerintah daerah, pihak swasta, serta lembaga swadaya masyarakat. 


Nationally Determined Contribution (NDC) 

Nationally Determined Contribution (NDC) adalah pernyataan komitmen negara untuk menanggulangi perubahan iklim dan menjaga agar suhu bumi tidak meningkat lebih dari 2 derajat Celcius, serta meningkatkan kemampuan adaptasi. NDC juga merupakan bagian instrumen ratifikasi suatu negara atas Paris Agreement. 

Oleh karena itu, dokumen NDC dikem- bangkan oleh masing-masing negara dan diserahkan kepada UNFCCC, untuk menegaskan kontribusi apa yang 

akan diberikan dan dilakukan oleh setiap negara untuk mencapai tujuan tersebut. Di Indonesia, kontribusi ini berupa komitmen penurunan emisi melalui beragam aksi mitigasi, serta juga komitmen peningkatan ketahanan iklim melalui berbagai aksi adaptasi. 

Indonesia menyerahkan dokumen Intended Nationally Determined Contribution (INDC) ke UNFCCC untuk pertama kalinya pada tahun 2016, setelah penandatanganan Persetujuan Paris pada tahun yang sama. 


Global Stocktake 

Proses untuk mengkaji perkembangan pelaksanaan NDC serta hasil yang dicapai. Global stocktake pertama akan dila- kukan tahun 2023 dan untuk seterusnya setiap 5 tahun. Hasil dari stock take diharapkan dapat menjadi pertimbangan untuk Updated NDC selanjutnya. 


Komitmen Adaptasi 

Komitmen untuk merespon dampak perubahan iklim dengan meningkatkan kapasitas adaptif, menurunkan kerentanan, menurunkan sensitivitas, dan mengoptimalkan peluang dan potensi. Dampak perubahan iklim sangat spesifik sektor dan lokasi, demikian pula komitmen adaptasi yang harus dilakukan. 

Sebagai contoh wilayah pesisir menghadapi risiko abrasi dan semakin tergerusnya garis pantai saat level muka laut naik akibat perubahan iklim. Komitmen adaptasi yang perlu diutamakan di wilayah pesisir meliputi penanaman hutan bakau untuk menahan abrasi, mengelola wilayah pemukiman di sekitar pesisir dan upaya upaya lain yang relevan. 


Ketahanan Iklim

Komitmen adaptasi yang dilakukan secara terintegrasi dan berkesinambungan dapat membentuk ketahanan iklim pada suatu komunitas/sektor/wilayah. 


Sistem Informasi Data Indeks Kerentanan (SIDIK) 

Sistem Informasi Data Indeks Kerentanan (SIDIK) perubahan iklim yaitu sistem yang menyajikan data dan informasi indikator kerentanan perubahan iklim dengan satuan unit desa di seluruh Indonesia, dalam rangka mendukung upaya pengurangan risiko dan dampak perubahan iklim. 

Program Kampung Iklim (ProKlim) 

Program Kampung Iklim adalah program berlingkup nasional yang dikelola oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam rangka meningkatkan keterlibatan masyarakat dan pemangku kepentingan lain untuk melakukan penguatan kapasitas adaptasi terhadap dampak perubahan iklim dan penurunan emisi gas rumah kaca, serta memberikan pengakuan terhadap upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim yang telah dilakukan yang dapat meningkatkan kesejahteraan di tingkat lokal sesuai dengan kondisi wilayah 


Sirkulasi termohalin 

Disebut juga sebagai ocean conveyor belt, sirkulasi termohalin adalah sirkulasi air laut akibat perbedaan kepadatan air yang disebabkan oleh suhu (thermo) dan salinitas (haline). Siklus ini bermula di daerah kutub di mana ketika laut di sana menjadi sangat dingin dan membentuk laut es, air laut di sekitarnya kemudian menjadi lebih asin (salinitas tinggi). Air laut yang semakin asin menjadi sema- kin padat kemudian bergerak turun (tenggelam). Ketika air yang padat ini teng- gelam, air di permukaannya (yang memiliki salinitas dan kepadatan lebih rendah) kemudian bergerak turun menggantikan air yang padat ini hingga akhirnya air ini pun menjadi semakin asin dan rapat dan semakin bergerak turun. Pergerakan air secara vertikal (karena perubahan kepadatan dan salinitas), serta secara horizon- tal di permukaan, kemudian menciptakan siklus. 

Komitmen Mitigasi 

Komitmen untuk merespon perubahan iklim dalam bentuk upaya menurunkan (atau sekurangnya menstabilisasi) level emisi gas rumah kaca saat ini dan mening- katkan serapan gas rumah kaca. 

Komitmen Tanpa Syarat (unconditional)/CM1 vs. Komitmen Dengan Syarat (conditional)/CM2 

Komitmen tanpa syarat mengacu kepada target penurunan emisi GRK yang dilaku- kan secara sukarela dan upaya mandiri. Sementara komitmen dengan syarat adalah target capaian penurunan emisi yang memerlukan bantuan dan/atau dukungan dari pihak luar dan komunitas internasional. 


Business as Usual (BaU) 

Istilah Business as Usual (BaU) dalam beberapa dokumen terkait upaya mitigasi perubahan iklim mewakili skenario tanpa intervensi apapun, atau skenario emi- si ketika pembangunan tidak mempertimbangkan kebijakan mitigasi. 


Indonesia telah menyampaikan dokumen LTS-LCCR 2050 kepada UNFCCC pada tanggal 22 Juli 2021. 

LTS-LCCR 2050 

Meski tidak ada kewajiban untuk melapor- kan ke UNFCCC, tetapi negaranegara yang meratifikasi Persetujuan Paris dihimbau un tuk menyusun strategi jangka panjang da- lam upayanya mewujudkan pembangunan rendah karbon dan berketahanan iklim. Pe- merintah Indonesia menuangkan strategi tersebut dalam dokumen yang diberi judul LTS-LCCR 2050, atau Long Term Strategy for Low Carbon and Climate Resilience 2050


Net-sink 

Net-sink terkait erat dengan status carbon sink atau serapan karbon. Suatu sek- tor/negara/wilayah dapat dinyatakan net-sink jika dapat menyerap emisi GRK lebih banyak, atau sekurangnya sama, dengan yang diemisikan. 


Carbon Capture and Storage (CCS), atau Carbon Capture Utilisation and Storage (CCUS) 

Carbon Capture and Storage (CCS), atau Carbon Capture Utilisation and Storage (CCUS), adalah proses penyerapan emisi GRK dari pembangkit listrik berbasis bahan bakar fosil atau industri dengan emisi GRK yang tinggi untuk “menangkap” emisi tersebut, kemudian menyimpannya jauh di bawah tanah dengan teknologi tertentu, dan menggunakannya kembali. Pendekatan ini sangat membantu percepatan capaian Persetujuan Paris dan Updated NDC. 

Bioenergy Carbon Capture and Storage (BECCS) 

Lebih jauh lagi, upaya “menangkap dan menyimpan” emisi GRK melalui proses CCS/CCUS diterapkan pada sektor bioenergi, dan disebut Bioenergy Carbon Capture and Storage (BECCS). Pendekatan ini dianggap penting dalam upaya pengendalian perubahan iklim. BECCS melibatkan dua teknologi. Teknologi pertama untuk produksi bioenergi, di mana biomassa tanaman dikonversi menjadi energi yang rendah emisi GRK, baik dalam bentuk panas, listrik, cair, maupun gas. Selanjutnya emisi GRK dari proses produksi bioenergi ini ditangkap dan disimpan jauh di dalam tanah atau dikonversi menjadi produk lain. 

Current Policy Scenario (CPOS), Transition Scenario (TRNS), dan Low Carbon Scenario Compatible with Paris Agreement (LCCP) 

Dalam upaya menyusun strategi jangka panjang, sejumlah negara menyusun beberapa skenario. Salah satunya di sektor energi, yang dikenal dengan istilah Current Policy Scenario (CPOS) yang mewakili skenario di mana negara merencanakan pembangunan sesuai kebijakan iklim saat ini sebagaimana yang sudah dituangkan dalam dokumen NDC. Skenario lain yang juga disusun adalah Transition Scenario (TRNS) dan Low Carbon Scenario Compatible with Paris Agreement (LCCP)






2022pmmarves5.pdf
FOLU NET SINK_20220313_.pdf
UU Nomor 7 Tahun 2021.pdf
UU No 16 Tahun 2016_Ratifikasi PA.pdf
Perpres Nomor 98 Tahun 2021 (1).pdf